Senin, 30 Agustus 2010

Membentuk Kecerdasan Anak


BAB I
PENDAHULULAN


A.Latar Belakang
Kapasitas kecerdasan anak dimulai sejak usia dini. Jauh di bawah usia sekolah. Hasil penelitian Depdiknas menyebutkan pada usia 4 tahun, kecerdasan anak mencapai 50 persen. Sedangkan pada usia 8 tahun kapasitas kecerdasan anak yang sudah terbangun mencapai 80 persen.
Kecerdasan baru mencapai 100 persen setelah anak berusia 18. Karena itu, pendidikan pada usia dini (PAUD) sangat penting untuk membantu anak mengembangkan kecerdasannya.
Sayangnya, pendidikan usia dini justru belum banyak mendapat perhatian banyak pihak. Hasil pendataan Depdiknas tahun 2004, baru 31,4 persen dari 11,5 juta anak usia 0 – 6 tahun yang mendapat pendidikan. Padahal, pendidikan anak usia dini merupakan investasi untuk menyiapkan generasi penerus yang sehat, cerdas, dan ceria.
Ada persamaan persepsi di kalangan ahli pendidikan di seluruh dunia tentang kesiapan anak untuk belajar saat memasuki jenjang pendidikan dini. Mereka menekankan betapa pentingya pendidikan prasekolah. Perluasan pendidikan yang mulai digalakkan untuk pendidikan prasekolah sudah saatnya menjadi salah satu program pembangunan pendidikan.
Berbagai penelitian juga menyimpulkan, perkembangan yang diperoleh pada masa usia dini sangat memengaruhi perkembangan anak pada tahap berikutnya dan meningkatkan produktivitas kerja di masa dewasanya. Pendidikan dini bukan hanya memiliki fungsi strategis, tetapi juga mendasar dan memiliki andil memberi dasar kepribadian anak dalam sikap, perilaku, daya cipta dan kreativitas, serta kecerdasan kepada calon-calon sumber daya manusia masa depan. Para ahli teori perkembangan menyebut usia dini sebagai the golden age (masa emas).
Sejak lahir anak memiliki lebih kurang 100 miliar sel otak, sel-sel saraf ini harus rutin distimulasi dan didayagunakan agar terus berkembang jumlahnya. Pertumbuhan otak anak ditentukan bagaimana cara orangtua mengasuh dan memberikan makan serta memberikan stimulasi pendidikan.
Dari aspek pendidikan, stimulan dini sangat diperlukan guna memberikan rangsangan terhadap seluruh aspek perkembangan anak yang mencakup penanaman nilai-nilai dasar (budi pekerti dan agama), pembentukan sikap (disiplin dan kemandirian), dan pengembangan kemampuan dasar (berbahasa, motorik, kognitif, dan sosial).
Harus Seimbang
Ketika anak memasuki fase keemasan (0–5 tahun), ia membutuhkan proses pendidikan yang mengarah pada perkembangan intelectuall quotient (IQ), emotional quotient (EQ), dan spiritual quotient (SQ) secara seimbang dengan berbagai metode.
Para pakar ilmu sosial sebenarnya masih berargumentasi mengenai apa sesungguhnya yang membentuk IQ seseorang. Tapi kebanyakan profesional setuju IQ dapat diukur dengan suatu alat tes intelegensia standar yang mencakup kemampuan verbal dan noverbal, termasuk daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, konsepsi, persepsi, pengolahan infomasi, dan kemampuan abstraksi. Namun, semua hasil tes ini bersifat temporer. Hasil tes IQ yang baik juga bergantung beberapa hal, misalnya latihan stimulasi dan kondisi fisik yang dialami anak. Di sisi lain, perilaku, kesehatan mental, pendidikan dan nilai yang dianut ibu, faktor keluarga, dan perkembangan usia juga memungkikan perolehan hasil yang baik.
Pada perkembangannya, IQ tinggi bukan menjadi jaminan keberhasilan seorang anak kelak. Karena tes IQ yang merupakan cikal-bakal pengukur kecerdasan itu hanya mengukur kapasitas logika dan bahasa atau verbal anak. Bahkan, para ahli memperkirakan IQ hanya menyumbang 20 persen dari keberhasilan seseorang menjalani profesinya setelah lulus sekolah. Apalagi setelah lahir teori multiple intellignece atau kecerdasan ganda yang dikemukakan Howard Gardner.
Teori yang didasarkan atas berbagai penelitian ilmiah dari berbagai ilmu pengetahuan, dari psikologi sampai antropolodi dan biologi ini memformulasikan tujuh jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, logika-matematika, kinestetik, spasial, bermusik, interpersonal dan intrapersonal.
Melalui penemuannya ini Gardner menyatakan semua manusia memiliki seluruh kecerdasan ini, tapi tidak ada dua orang yang sama, walau kembar sekalipun, dan ini terjadi berkat pengaruh genetik dan lingkungan yang berbeda pada setiap orang. Walaupun begitu, anak yang cerdas tak melulu cerdas kognitif (IQ). Tanpa kecerdasan emosional (EQ) anak sulit mengembangkan kepribadiannya.
Berbagai penelitian dalam bidang psikologi anak membuktikan anak-anak dengan kecerdsaan emosional yang tinggi adalah anak-anak yang bahagia, percaya diri, populer, dan lebih sukses. Mereka lebih mampu menguasai gejolak emosinya, menjalin hubungan yang manis dengan orang lain, bisa mengatasi stres, dan memiliki kesehatan mental yang baik.
Dengan demikian, terbukti kecerdasan emosional diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah dalam hidup ini dan menjadi dasar menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab, penuh perhatian, dan cinta kasih serta produktif.
Terakhir, cerdas spiritual, yaitu landasan dari seluruh kecerdasan. Karena anak yang saleh (cerdas spiritual), dia pasti cerdas. Sementara anak yang cerdas belum tentu saleh. Dalam hal kesalehan ini yang perlu dilakukan orangtua adalah bagaimana agar anak memiliki akhlakul karimah seperti Rasulullah saw., yang memiliki sifat sidik, amanah, dan fatonah.
Orangtua Paling Berperan
Untuk mendorong perkembangan kecerdasan anak secara optimal, orangtua berperan penting dalam memberikan stimulasi. Karena di usia balita anak banyak menghabiskan waktu di lingkungan rumahnya, orangtua harus lebih kreatif memanfaatkan kondisi keseharian sebagai media belajar anak.
Apa yang dapat dilakukan orangtua untuk membantu pembentukan IQ si kecil? Idealnya memang, sejak kehamilan ibu sudah memperhatikan asupan nutrisi dan stimuli-stimuli dari luar yang dapat berpengaruh pada perkembangan otak si kecil.
Perlu diketahui, perkembangan sel otak terpesat pada anak terjadi pada masa balita, sehingga pada masa ini sering disebut masa keemasan anak. Untuk itu, selain pengalaman indra yang merangsang aktivitas dan mematangkan kerja otak, anak juga memerlukan nutrisi yang tepat untuk tumbuh kembang otaknya.
Alternatif lain yang disarankan ahli adalah memperdengarkan musik klasik sejak bayi dalam kandungan hingga usia balita. Penelitian menunjukkan mendengarkan atau belajar musik, terutama musik klasik bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berbicara, pendengaran, rasa percaya diri, kemampuan koordinasi, bahkan mengoptimalkan kecerdasan anak.
Sementara itu, stimulasi dalam pengembangan kecerdasan mental dan emosional bisa dilakukan orangtua dalam setiap aspek kehidupan anak.
Apa yang alami dalam kehidupan sehari-hari akan menentukan bagaimana anak bersikap, bertingkah laku, termasuk pola tanggap emosi. Semua pengalaman emosi di masa kanak-kanak dan remaja akan membentuk sirkuit penentu kecerdasannya. Tanggapan, belaian, maupun bentakan yang menyakitkan dan sebagainya akan masuk ke gudang emosi yang berpusat di otak.
Dalam membantu perkembangan kecerdasan emosional anak, orangtua setahap demi setahap dapat merekayasa pengalaman-pengalaman yang dapat membesarkan hati anak dan memungkinkan koreksi atas temperamen anak. Agar anak mampu mengontrol emosinya dan menjaga agar tindakannya tidak dikendalikan emosi semata, anak harus diajarkan memahami apa yang yang diharapkan dari dirinya. Si kecil juga harus mengerti tiap tindakan membawa konsekuensi baik pada dirinya maupun orang lain. Makin sering anak berlatih mengelola emosi, seperti meredakan marah atau kecewa, makin inggi kemampuannya mengelola emosi.
Selain itu, orangtua juga perlu berhati-hati karena seperti juga kecerdasan kognitif, kecerdasan emosi merupakan kondisi yang netral secara normal. Jadi, hendaknya orangtua selalu menggunakan “kompas moral” dalam membimbing si kecil.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis berupaya untuk meningkatkan pendidikan di rumah terutama dari keluarga yang bertujuan agar orang tua mampu membentuk kecerdasan anak.
Untuk mendeskripsikan pokok-pokok masalah dalam makalah ini, penulis mengemukakan pertanyaan sebagai berikut.
1.Bagaimana peran orangtua sebagai guru pertama dalam membentuk kecerdasan anak?
2.Bagaimana cara menciptakan suasana rumah yang ideal yang dapat merangsang kecerdasan anak?
3.Bagaimana cara membelajarkan anak dalam kegembiraan?

C.Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, secara umum penulisan makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskrifsikan hal-hal yang berkaitan dengan cara membentuk kecerdasan anak.
Secara khusus penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1.Meningkatkan pemahaman orangtua sebagai guru pertama anak.
2.Meningkatkan pemahaman orang tua bahwa suasana rumah yang ideal dapat merangsang kecerdasan anak.
3.Meningkatkan pemahaman bahwa belajar dalam kegembiraan dapat membentuk kecerdasan anak.

D.Metode dan Teknik Penulisan

Berbagai informasi hasil pengamatan dan pembuktian sangat diperlukan untuk menjawab atau memberikan alternatif jawaban dari pokok permasalahan yang disajikan dalam makalah ini. Penyusunan makalah ini penulis tempuh dengan metode:
a.Mengamati keadaan di sekitar lingkungan.
b.Internet.

E.Sistematika Penulisan

Berikut merupakan sistematika penulisan makalah Membentuk Kecerdasan Anak.

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I.PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Penulisan
D.Metode dan Teknik Penulisan
E.Sistematika Penulisan

BAB II.PEMBAHASAN
A.Orangtua adalah Guru Pertama Anak
B.Suasana Rumah yang Ideal dapat Merangsang Kecerdasan Anak
C.Belajar dalam Kegembiraan.
BAB III.KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
B.Saran
Daftar Pustaka


BAB II
PEMBAHASAN


A.Orang Tua adalah Guru Pertama Anak
Sejauh mana seorang anak mampu belajar sebelum berumur 5 tahun dan sebelum masuk sekolah? Apakah taraf kecerdasan ditentukan oleh faktor keturunan dan menetap seumur hidup? Atau dapatkah dipengaruhi oleh cara mendidik selama di rumah? Sebagai orang tua, apa yang dapat di lakukan untuk memberi kesempatan agar kecerdasan anak berkembang sebaik-baiknya selama masa prasekolah ini?
Penelitian membuktikan bahwa masa optimal untuk merangsang kemampuan dasar belajar pada anak, sebagian besar terjadi sebelum anak berumur 5 tahun dan belum masuk sekolah. Dan jika distimulasi dengan tepat, akan meningkatkan kecerdasan anak dan menimbulkan kegairahan belajar seumur hidupnya.
Kita sebagai orang tua adalah guru pertama dan paling penting bagi anak. Kita mempunyai kesempatan paling besar untuk mempengaruhi kecerdasannya pada saat-saat ia sangat peka terhadap pengaruh luar, serta mengajarnya selaras dengan temponya sendiri. Orangtua pula yang paling mengenal kapan dan dengan cara bagaimana ia bisa belajar dengan baik.
Belajar semasa kecil berarti menerapkan pengetahuan mengenai kebutuhan otak anak selama tahun pertama dari hidupnya. Sehingga perkembangan mentalnya akan sesuai dengan kemampuannya dan anak akan lebih cerdas dan lebih bergairah. Kemampuan anak memperoleh kecakapan ditentukan baik oleh rangsangan dan kesempatan yang diberikan oleh lingkungannya, maupun oleh tempo perkembangannya.
Tahukah orangtua bahwa anak-anak yang di ikutsertakan dalam proses belajar semasa kecil tampak gembira dan bergairah. Juga pengamatan di kemudian hari menunjukkan respon positif terhadap kepribadian, perasaan, tingkah laku, penglihatan ataupun kesehatan mereka.
Anak-anak yang belajar membaca lebih awal mempunyai prestasi lebih baik di bandingkan anak-anak lain dengan taraf kecerdasan sama.
Anak kecil senang sekali belajar. Mereka dilahirkan haus akan belajar. Dan kehausan ini tidak akan terpuaskan. Coba kita ikuti kegiatan anak selama sehari. Apa yang membuat dia gembira? Apa yang menyebabkannya mencurahkan perhatian sepenuhnya?
Pada umumnya kegiatan di mana ia bisa belajar sesuatu yang meningkatkan kemampuannya atau yang memuaskan rasa ingin tahunya. Apalagi bila orang tuanya ada di sampingnya dan ikut bergembira.
Bila kita mencintai anak dan memberikan cukup waktu baginya, tanpa disadari kita telah membantu perkembangan intelektualnya.
Apa yang dapat kita lakukan? Salah satu cara adalah memberikan kesempatan untuk mengembangkan pengamatan. Sejak dini bayi belajar mengenal dunia melalui kelima indranya : penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan penciuman.
Lingkungan yang penuh dengan barang dan mainan yang bisa dicapai oleh bayi akan merangsang pertumbuhan pengamatannya. Juga melalui bermacam kontak dan pengalaman dengan orang dewasa.
Kita juga dapat merangsang kemahiran berbahasa anak-anak. Perkembangan bahasa seorang anak sangat tergantung pada orang dewasa yang ada di sekitarnya dalam tahun-tahun pertama hidupnya.
Kita perlu mendorong anak-anak mengucapkan kata-kata, berbicara, dan memujinya bila ia mengucapkan kata-kata dengan betul. Membacakan buku pada anak juga penting. Dalam lingkungan yang demikian, perbendaharaan kata-kata bagi anak tumbuh dan kemampuannya menggunakan kalimat juga akan berkembang.
Bila ia telah mahir menggunakan kata-kata, ia akan mulai belajar menyatakan perasaan dan keinginannya melalui bahasa. Ia berusaha menggunakan bahasa sebagai alat berpikir.

Kita perlu mendorong anak-anak sedapat mungkin 'belajar untuk belajar'. Anak dilatih menghadapi dunia sebagai sesuatu yang dapat dikuasai melalui kegiatan menyenangkan yaitu belajar. Ini berarti mengembangkan kemampuannya untuk memberikan perhatian pada orang lain dan melakukan kegiatan dengan tujuan tertentu, yang artinya melatih anak untuk menunda pemenuhan keinginannya guna mencapai tujuan yang lebih panjang. Ini berarti mengusahakan agar anak memandang orang dewasa sebagai sumber pengetahuan, penghargaan, dan pengakuan.
Jadi jelaslah bahwa kita bisa membuat anak lebih cerdas dan lebih gembira. Dan hubungan dengan anak pun menjadi lebih akrab.

B. Suasana Rumah yang Ideal dapat Merangsang Kecerdasan Anak
Sekolah telah menyediakan serangkaian materi untuk mendidik seorang anak hingga dewasa termasuk perkembangan dirinya. Namun, tanggung jawab pendidikan bukan semata-mata menjadi tanggung jawab sekolah. Kunci menuju pendidikan yang baik adalah keterlibatan orang dewasa yaitu orang-tua yang penuh perhatian. Jika orang-tua terlibat langsung dalam pendidikan anak-anak di sekolah, maka prestasi anak tersebut akan meningkat. Setiap siswa yang berprestasi dan berhasil menamatkan pendidikan dengan hasil baik selalu memiliki orang-tua yang selalu bersikap mendukung. Apa yang dapat dilakukan oleh orang-tua bagi anaknya setelah mereka memasuki pendidikan di sekolah? Berikut ini beberapa hal yang perlu dilakukan oleh orang-tua agar anaknya dapat berprestasi di sekolah.

1.Dukungan Orang-Tua
Orang-tua sebaiknya memberi perhatian kepada anak-anak mereka dan menanamkan kepada mereka nilai dan tujuan pendidikan. Mereka juga berupaya mengetahui perkembangan anak mereka di sekolah. Caranya adalah dengan berkunjung ke sekolah untuk melihat situasi dan lingkungan pendidikan di sekolah. Menaruh minat terhadap aktivitas sekolah akan secara langsung mempengaruhi pendidikan anak Anda.

2.Kerja Sama dengan Guru
Biasanya apabila timbul masalah-masalah gawat, barulah beberapa orang-tua menghubungi guru anak-anak mereka. Sebaiknya, orang-tua perlu mengenal guru di sekolah dan menjalin hubungan yang baik dengan mereka. Berkomunikasilah dengan guru untuk perkembangan anak Anda. Guru juga perlu diberitahu bahwa Anda memandang penting pendidikan anak Anda di sekolah sebagai bagian kehidupannya. Ini akan membuat guru lebih memperhatikan anak Anda. Hadirilah pertemuan orang-tua murid dan guru yang diselenggarakan oleh sekolah. Pada pertemuan ini, Anda memiliki kesempatan untuk mengetahui prestasi akademis anak Anda serta perkembangan anak Anda di sekolah.
Jika seorang guru mengatakan hal yang buruk mengenai anak Anda, dengarkan guru tersebut dengan penuh respek, dan selidiki apa yang ia katakan. Anda juga dapat menanyai guru-guru di sekolah mengenai prestasi, sikap, dan kehadiran anak di sekolah. Jika seorang anak sering bermuka dua, maka penjelasan dari guru bisa jadi mengungkap hal-hal yang disembunyikan anak Anda saat bersikap manis di rumah.

3.Sediakan waktu untuk anak
Selalu sediakan waktu yang cukup banyak bagi anak Anda. Jika anak pulang sekolah, umumnya mereka cukup stres dengan beban pekerjaan rumah, ulangan, maupun problem lainnya. Sungguh ideal jika orang-tua misalnya seorang ibu berada di rumah pada saat anak-anak di rumah. Seorang anak akan senang bercerita ketika pulang sekolah seraya mengeluarkan semua keluhan dan bebannya kepada orang-tua. Bisa jadi mereka mulai menceritakan teman-temannya yang nakal yang mulai menawari rokok dan narkoba. Anda bisa segera tanggap dengan hal tersebut jika Anda menyediakan waktu bagi anak-anak Anda.

4.Awasi kegiatan belajar di rumah
Tunjukkan Anda berminat pada pendidikan anak Anda. Pastikan anak-anak Anda sudah mengerjakan pekerjaan rumah (PR) mereka. Wajibkan diri Anda untuk mempelajari sesuatu bersama anak-anak Anda. Membacalah bersama-sama mereka. Jangan lupa jadwalkan waktu setiap hari untuk memeriksa pekerjaan rumah anak Anda. Kendalikan waktu menonton TV, Internet dan bermain game dari anak-anak Anda.

5.Ajari tanggung jawab
Sekolah umumnya akan memberi banyak tugas untuk dipersiapkan anak di rumah dan di sekolah. Apakah mereka mengerjakan tugas-tugas itu dengan benar dan baik? Seorang anak dapat bertanggung jawab mengerjakan tugas mereka di sekolah jika Anda telah mengajar mereka untuk mengerjakan tanggung jawab di rumah. Cobalah mulai memberikan anak Anda pekerjaan rumah tangga rutin setiap hari seperti membersihkan tempat tidur sendiri menurut jadwal yang spesifik. Pelatihan di rumah seperti itu akan membutuhkan banyak upaya di pihak Anda karena perlu diawasi. Tetapi hal itu akan mengajar anak Anda rasa tanggung jawab yang mereka butuhkan agar berhasil di sekolah dan di kemudian hari dalam kehidupan.

6.Disiplin
Jalankan disiplin dengan tegas namun dengan penuh kasih sayang. Jika Anda selalu menuruti keinginan anak, maka mereka akan menjadi manja dan tidak bertanggung jawab. Problem lain bisa muncul jika Anda terlalu memanjakan anak Anda seperti seks remaja, narkoba, prestasi yang buruk, dan masalah lainnya.

7.Kesehatan
Jaga kesehatan anak Anda agar prestasi belajarnya tidak terganggu. Buat jadwal tidur yang cukup untuk anak Anda. Anak-anak yang kelelahan tidak dapat belajar dengan baik. Lalu hindari makanan seperti junk food, karena selain menyebabkan problem obesitas, juga mendatangkan pengaruh yang buruk terhadap kesanggupannya untuk berkonsentrasi.

8.Jadi teman terbaik
Jadilah teman terbaik bagi anak Anda. Luangkan waktu untuk berbagi berbagai hal dengan mereka. Seorang anak membutuhkan semua teman yang matang yang bisa ia dapatkan.
Sebagai orang-tua, Anda dapat menghindari banyak problem dan kekhawatiran atas pendidikan anak Anda dengan mengingat bahwa kerja sama yang sukses dibangun di atas komunikasi yang baik. Kerja sama yang baik dengan para pendidik di sekolah juga dapat membantu melindungi anak Anda.

C.Belajar dalam kegembiraan
Mungkin sering terabaikan; dari sekian banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar anak adalah terciptanya iklim rasa senang; suasana yang dapat membangkitkan minat dan kegembiraan manakala anak sedang mengikuti pelajaran di dalam kelas. Mata pelajaran sesulit apapun untuk dipelajari kalau didahului dengan perasaan senang akan membangkitkan motivasi dan kesungguhan dalam mempelajarinya. Sering terkesan bahwa penentu keberhasilan belajar anak adalah mutlak faktor kecerdasan, sehingga kecerdasan dipandang sebagai suatu yang absolut dengan mengesampingkan faktor lain yang memiliki kontribusi yang sama pentingnya; antara lain faktor teknis yang dapat menimbulkan minat dan rasa senang dalam suasana belajar. Keadaan dan pandangan yang demikian akan memaksa anak untuk belajar formalitas, bukan didasarkan kepada kesadaran dan rasa ingin tahu (curiosity), tapi mungkin karena memaksakan kehendak, tumbuhnya rasa takut dan asal gugur kewajiban.
Keterampilan dalam mengelola teknis yang menyenangkan sama pentingnya dengan materi yang akan diajarkan. Implikasi dari dasar pemikiran ini adalah dipandang penting untuk senantiasa memperhatikan keragaman anak dalam berbagai aspek (individual differencess), pendekatan individual dengan perlakuan yang tepat adalah sisi lain dari faktor psikologis anak yang harus disentuh, karena hal yang sedemikian itu merupakan wujud pengakuan terhadap eksistensi anak sebagaimana adanya dan dapat menumbuhkan benih-benih kegembiraan dalam diri anak. Mengajar dengan santai tapi serius, menampilkan kehangatan dan humoris (sense of humor), adalah contoh dari sekian banyak sikap yang dapat ditampilkan guru di dalam kelas yang dapat terhindar dari suasana yang menegangkan tapi menyenangkan bagi anak. Tugas guru tidaklah semata untuk mengajar, tapi memerlukan assesoris lain seperti mendidik, melatih juga membimbing. Materi pelajaran janganlah dipandang sebagai sesuatu yang dipaksakan harus diterima, dipelajari dan dipahami anak tanpa memperhatikan kecakapan dan kemampuan anak; dengan kata lain mengajar hendaknya berangkat dari taraf kemampuan yang dimiliki anak saat itu (entry behavior). Faktor lain yang perlu mendapat perhatian dalam kegiatan mengajar, melatih dan membimbing anak adalah faktor usia, baik usia kalender (chronological age) atau usia mental (mental age). Suatu kebiasaan yang kurang baik dan sekedar mengikuti ‘trend’ dengan tanpa memperhatikan unsur-unsur mendidik adalah menyekolahkan anak di bawah umur dengan filosofi yang amat sederhana, yaitu agar kelak saat selesai dari jenjang sekolah tertentu usia kalendernya relatif masih muda dibanding kebanyakan teman-temannya. Ada kecenderungan orang tua merasa bangga apabila anaknya yang masih berusia di bawah lima tahun sudah hapal perkalian dalam berhitung, atau hapal teks Pancasila, Proklamasi Kemerdekaan dan lain-lain, atau mungkin sudah mampu menghapal ‘Juz Amma’ dari Al-Qur’an dengan memaksakan kehendak dan sekedar memenuhi ambisi orang tua. Terlebih di sekolahnya tempat anak belajar memang dikembangkan konsep pengajaran seperti itu, mungkin lupa bahwa usia kalender lima tahun atau di bawahnya adalah usia Taman Kanak-kanak, usia bermain yang harus dirangsang perasaan senangnya terhadap objek tertentu dan belajar bersosialisasi dengan usia sebayanya melalui wahana permainan (play group), bukan untuk mempelajari atau menghapal materi pelajaran dengan mengabaikan kadar kesenangannya. Anak empat tahun misalnya, sudah dapat menghapal perkalian, bangga dan ‘trendy’ memang, tapi sebenarnya ironis; sama halnya dengan anak seusia Sekolah Menengan Atas (SMA) sudah diberikan materi kajian filsafat. Hal semacam ini mungkin saja dapat dilakukan anak dengan kecerdasan yang dimilikinya, namun sebenarnya usianya belum mendukung untuk itu; belum cukup umur (under age), dikhawatirkan kelak akan bertemu dengan kemandegan (stagnan), rasa bosan dan kejenuhan yang akan berakibat menurunnya kadar kegairahan dalam belajar, bahkan tidak mustahil perbuatan belajar dipandang anak sebagai sesuatu yang tidak menarik lagi; sama halnya dengan software komputer yang berkapasitas mini (mini bytes) diminta untuk menyimpan data terlalu banyak atau di luar kapasitas memori, atau program yang belum diinstalasi, ini akan berakibat perangkat tersebut menjadi hang atau mungkin bug. Otak manusia adalah sebuah analogi dari perangkat lunak yang harus dijaga keutuhannya dan terpelihara dari kerusakan sel dan sistemnya, agar jaringan-jaringannya dapat berkoordinasi secara sehat. Otak manusia juga hendaknya’diinstalasi’ dengan ‘program kegairahan’ yang sewaktu-waktu dapat dipanggil (di’download’) saat menjalankan aktivitas belajar.
Orang tua, guru atau kalangan pendidik lainnya dituntut untuk dapat mengkonstruksi dan menciptakan iklim kegairahan bagi anak, baik dalam diri anak itu sendiri (internal memory) atau dalam lingkungan tempat anak mengembangkan dan mewujudkan keinginan dan kreativitasnya.. Orang tua hendaknya tidak mengobral instruksi ‘serba jangan’, ini tak boleh dan itu dilarang, akhirnya kreativitas anak menjadi mandul dan penakut. Melarang anak melakukan sesuatu yang membahayakan atau belum pantas dilakukan anak hendaknya dilakukan dengan cara memilih redaksi kalimat yang lebih bijak sehingga dapat diterima anak tanpa hilang rasa gairahnya. Melarang anak hendaknya yang mengandung kadar bimbingan dan menumbuhkan gelora kreatif, anak yang nakal tidak selamanya berkonotasi negatif, kenakalan hendaknya dipandang sebagai bentuk kewajaran dan ciri anak yang sehat dan kreatif, yang penting bagaimana cara mengarahkannya, justru yang harus menjadi tanda tanya apabila dihadapkan pada anak yang diam tampak tidak memiliki hasrat dan keinginan, mungkin sama halnya seperti bayi yang begitu keluar dari rahim ibunya tanpa aktivitas menangis. Begitu juga halnya, sekolah sebagai lembaga formal tempat anak belajar dan mengembangkan kreativitas, hendaknya diperkaya dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, tempat menampung dan mengakomodir keinginan dan potensi anak. Suasana sekolah yang kondusif memiliki urunan yang amat penting artinya bagi keberhasilan belajar anak, karena pada hakikatnya interaksi anak dengan lingkungan yang menyenangkan adalah pelajaran; belajar mencintai dirinya, belajar berkomunikasi, bersosialisasi dan belajar kebijaksanaan. Memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya perlakuan, berarti anak itu sedang belajar bersikap bijaksana; kado yang paling berharga dan berkesan bagi anak yang dapat diberikan orang tua adalah memberikan kesempatan untuk menjadi anak-anak. Penciptaan lingkungan sekolah yang bernuansa kegairahan adalah faktor penting yang berkorelasi dan berkontribusi positif bagi keberhasilan anak dimasa mendatang.
Semangat dan motivasi belajar, dorongan untuk berprestasi (need for achievement), kesungguhan dan antusiasme belajar, juga taraf kecerdasan individu bertumpu pada perasaan senang dan suasana gembira yang tercipta manakala sedang melakukan aktivitas belajar. Kadar keingintahuan anak akan meningkat ketika muncul suatu perasaan suka cita, dan perasaan yang demikian ini harus merupakan hasil bentukan orang-orang dewasa di sekitarnya; baik itu orang tua, guru atau kalangan pendidiki lainnya. Menyusun rangkaian rasa senang bagi anak sama halnya dengan mengembangkan kecerdasan, mengungkap dan mewujudkan potensi menuju prestasi dan reputasi yang diinginkan di masa yang akan datang. Dengan demikian membangun ‘perkampungan’ yang kaya dengan nuansa kegairahan hidup anak adalah tugas dan tanggung jawab orang-orang dewasa di sekitarnya. Tugas dan tanggung jawab yang sedemikian itu hendaknya dipandang sebagai ajaran cinta (mahabbah), bukan komoditas, tugas formal dan keterpaksaan, tapi harus menjadi sebuah panggilan nurani yang sarat dengan muatan kasih sayang terhadap sesama dan kepedulian manusiawi terhadap moral dan kemajuan anak anak bangsa untuk kepentingan waktu mendatang.
‘Kampung Kegembiraan (darul farh)’ adalah tempat terbangunnya motif berprestasi dan tersusunnya sebuah kekuatan yang dapat menjadi energi pendorong untuk kepentingan kemuliaan umat manusia, ‘kampung kegembiraan’ adalah diciptakan dan dibangun, tidak tercipta dan terbangun begitu saja secara alamiah.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN


A.Kesimpulan
Anak adalah amanah dan sekaligus merupakan karunia Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa harus dijaga dan dilindungi, serta dipenuhi hak-haknya. Selain itu juga anak adalah masa depan serta generasi penerus perjuangan cita-cita bangsa.
Peranan orangtua, anggota keluarga dan masyarakat sangat diperlukan dalam tumbuh kembang anak seacara optimal. Orangtua merupakan guru pertama dan utama dalam mendidik dan mengembangkan kepribadian serta membentuk sikap anak juga membentuk kecerdasan anak.

B.Saran
Orangtua pasti senang kalau mempunyai anak yang cerdas dan ber-IQ Intelligence Quotient tinggi.
Kecerdasan tidak hanya karena faktor keturunan saja, tetapi kecerdasan juga dipengaruhi oleh stimulasi maupun dengan memberikan makanan yang mengandung asupan yang dapat mendukung perkembangan kecerdasan anak.
Faktor berikut ini mesti diperhatikan orang tua atau pengasuh anak, karena faktor-faktor ini mempengaruhi terhadap perkembangan kecerdasan anak :
•Kecukupan zat gizi adalah faktor yang penting untuk dalam perkembangan kecerdasan otak. Zat besi salah satu yang diperlukan oleh anak. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan kekurangan darah anemia sehingga dapat menghambat perkembangan anak pada umumnya dan perkembangan otak khususnya.
•Pemberian Asi eksklusif sampai anak berusia 6 bulan sangat penting. Asi telah memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan anak.
•Lemak esensial atau lemak yang tidak dapat dibuat oleh tubuh tetapi dihasilkan oleh makanan sehari-hari seperti ARA arachidonic acid, DHA docosahexaenoic acid, Prebiotik, Lactoferin membantu membentuk struktur otak bayi. Sumber makanan ini dapat diperoleh dari ikan tuna, ikan salmon, kerang dan sebagainya.
•Lingkungan yang sehat dan nyaman bagi perkembangan anak membantu menjaga perkembangan anak.
•Dengan adanya suasana keluarga yang harmonis, hangat dan penuh kasih sayang maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan optimal.
•Memberikan stimulasi seimbang dapat mengasah kecerdasan anak.